Sabtu, 09 Juni 2012

"tafsir surat al faatihah"


Salah satu karunia Allah Ta’ala terbesar yang dilimpahkan kepada kita adalah Kalam-Nya yang mulia Al-Qur’an. Terkandung di dalamnya petunjuk menuju jalan yang lurus dan benar. Dengannya Allah memandu hamba-hamba-Nya kepada jalan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Seorang nashrani pun ketika mendengarkan lantunan ayat-ayat Al Qur’an dengan hati yang jernih maka hidayah Allah pun masuk kedalam relung hatinya tanpa bisa dibendung.

Tak hanya berhenti disitu, ia pun mencucurkan air mata demi mendengarkan kalam Ilahi yang mulia ini. Raja Najasyi adalah contoh yang indah untuk membenarkan klaim tersebut. Ketika beliau mendengarkan Al Qur’an yang dibacakan oleh Ja’far bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu.

Tidak hanya manusia, jin pun terkesima tatkala mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an yang dilantunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka terdiam mendengarkan dengan penuh perhatian. Begitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai membacakannya, spontan mereka langsung beriman dan menyeru kaumnya untuk beriman. Allah Ta’ala berfirman :

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadap-kan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peri-ngatan. Mereka berkata: “Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab
(Al-Qur’an) yang diturunkan sesudah Musa, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS. Al Ahqaaf :30)

Al-Qur’an adalah nikmat Allah yang sangat besar. Kitab yang sarat dengan keberkahan. Akan tetapi nikmat dan barokah itu tidak akan dapat kita rasakan kecuali jika kita mau membaca, mempelajari dan merenungkannya.

Sungguh merupakan suatu kerugian yang sangat besar, jika hari demi hari kita lewatkan begitu saja tanpa dihiasi oleh bacaan Al-Qur’an. Bagaimana mungkin seorang muslim tidak tertarik untuk membacanya, padahal di dalamnya terdapat berbagai informasi yang sangat ia butuhkan. Informasi dan petunjuk penting yang tak akan bisa didapat pada selain Al Qur’an.

Ketika kita hidup di zaman yang penuh fitnah seperti sekarang ini, maka kebutuhan terhadap Al-Qur’an menjadi lebih besar lagi. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata; “Sesungguhnya nanti akan terjadi berbagai fitnah (cobaan)”. Maka ditanyakan kepadanya: “Lalu apakah jalan keluarnya?”. Beliau menjawab; “Kitabullah (Al-Qur’an), di dalamnya terdapat berita (riwayat) orang-orang sebelum kalian, khabar-khabar (peristiwa) yang terjadi setelah kalian dan hukum-hukum (yang mengatur) urusan kalian. Ia adalah pemisah antara yang hak dan yang bathil.
Sekali-kali ia bukanlah senda gurau, siapa saja orang sombong yang meninggalkannya pasti akan dibinasakan oleh Allah. Siapa yang mencari petunjuk selain padanya, maka ia akan disesatkan oleh Allah. Ia adalah tali Allah yang kokoh, peringatan yang bijak dan ia adalah jalan yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan menyimpang.

Dengannya lisan tidak akan rancu (keliru). Keajaiban-keajaibannya tidak akan pernah habis. Para ulama tidak akan pernah kenyang darinya. Barang siapa yang bicara dengan berhujjah dengannya maka ia akan benar. Barang siapa yang mengamalkannya maka ia akan memperoleh pahala. Barang siapa yang berhukum dengannya maka ia akan adil. Barang siapa yang menyeru kepadanya maka ia akan terbimbing ke jalan yang lurus”.

Al-Qur’an bagaikan air yang menyirami tanaman iman. Iman yang selalu dirawat dan disirami dengan bacaan Al-Qur’an, niscaya akan tumbuh subur.

Namun sebaliknya, hati yang jauh dari bacaan Al-Qur’an, niscaya akan gersang. Tanaman iman menjadi layu. Tidak ada musibah yang lebih besar daripada hati yang beku dan iman yang layu. Sungguh itu merupakan musibah besar bagi agama seorang hamba Allah. Rasulullah senantiasa berdo’a :

“Dan janganlah Engkau jadikan musibah kami menimpa pada agama kami” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)

Sudahkan kita menjadikan membaca al Qur’an sebagai sebuah kebutuhan? Tahukah anda, bahwa al Qur’an adalah sekumpulan surat yang dikirim oleh Tuhan penguasa sekalian alam kepada kita sebagai hamba-hamba-Nya? Seorang yang gemar membaca Al-Qur’an akan bercahaya hatinya, lapang dadanya, rahmat Allah melimpah kepadanya, dan setiap huruf yang dibacanya akan dibalas dengan sepululuh kali lipat pahala yang baik.

Tidakkkah Rusulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan :

“Bacalah Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi shahabatnya” (HR. Muslim).

Jadikanlah Al-Qur’an sebagai sahabat kita, niscaya syafa’atnya kan kita dapatkan inilah jalan yang lurus.


Al-Fatihah sebagai rangkuman tujuan Al-Qur’an Surah Al-Fatihah secara ringkas merangkum keseluruhan isi dan tujuan dari Kitab Suci Al-Qur’an. Hal ini diindikasikan dalam ayat :

“Sesungguhnya telah Kami berikan kepada engkau tujuh ayat yang selalu diulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung”. (QS. Al-Hijr : 88)

Berarti ketujuh ayat dari Surah Al-Fatihah secara ringkas telah mencakup seluruh maksud Al-Qur’an, sedangkan rincian detil tujuan-tujuan agama dijelaskan dalam surah-surah lainnya. Karena itulah surah ini dianggap sebagai Ibu Kitab (Ummul Kitab) dan Surah yang Komprehensif (Al-Kanz).

Disebut sebagai Ummul Kitab karena semua tujuan yang dipaparkan dalam Al-Qur’an bisa diintisarikan daripadanya dan disebut sebagai Surah yang Komprehensif karena secara ringkas mencakup semua bentuk ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Berdasarkan alasan inilah maka Hadzrat Rasulullah s.a.w. menyatakan bahwa mereka yang melafazkan Surah Al-Fatihah sama dengan membaca Al-Qur’an karena Surah tersebut merupakan cermin yang memantulkan isi daripada Al-Qur’an.
Sebagai contoh, salah satu tujuan Al-Qur’an adalah mengemukakan semua puji-pujian sempurna tentang Allah yang Maha Agung dan menyatakan secara jelas kesempurnaan yang dimiliki-Nya. Hal ini secara singkat dikemukakan Surah Al-Fatihah di ayat :

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

“Segala puji bagi Allah”.
yang berarti bahwa semua bentuk puji-pujian yang sempurna adalah bagi Allah yang merangkum dalam Wujud-Nya semua bentuk keluhuran dimana sepatutnyalah Dia memperoleh segala jenis persembahan. Tujuan kedua daripada Al-Qur’an adalah menonjolkan Tuhan sebagai sang Maha Pencipta dan Maha Perancang alam semesta yang mendzahirkan awal dari alam semesta dimana terangkum di dalamnya pengertian bahwa semua yang ada di dalamnya merupakan hasil ciptaan-Nya. Hal ini secara ringkas dinyatakan dalam bagian dari ayat :

“Tuhan semesta alam.”
Tujuan ketiga dari Al-Qur’an adalah menegaskan tentang rahmat Tuhan yang tidak perlu diminta terlebih dahulu yang disebut juga sebagai rahmat yang bersifat umum. Hal ini termaktub dalam kata

“Rahman.”
Tujuan keempat ialah mencanangkan berkat dari Allah s.w.t. yang diperoleh karena upaya permohonan dan kekhusukan seseorang. Hal itu terangkum dalam kata :

“Rahim.”
Tujuan kelima adalah mengingatkan manusia akan adanya kehidupan setelah di dunia ini yaitu kehidupan di akhirat yang dirangkum dalam ayat :

“Yang mempunyai Hari Pembalasan.”
Tujuan Al-Qur’an yang keenam adalah untuk mengemukakan ketulusan batin, peribadatan dan pensucian kalbu dari segala hal lainnya kecuali Allah semata dan sebagai obat penawar bagi penyakit keruhanian, reformasi nilai-nilai akhlak dan penegakan Ketauhidan Ilahi dalam peribadatan. Semua ini termaktub dalam ayat :

“Hanya Engkau-lah yang kami sembah.”
Tujuan yang ketujuh adalah menegaskan Allah s.w.t. sebagai satu-satunya sumber dari semua tindakan, semua kekuatan dan pengasihan, semua pertolongan dan keteguhan, kepatuhan dan kebebasan dari dosa, pencapaian segala sarana untuk berbuat baik, perbaikan kehidupan di dunia dan di akhirat serta kebutuhan akan pertolongan-Nya dalam segala hal. Tujuan ini diringkas dalam pernyataan :

“Hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan.”
Tujuan kedelapan dari Al-Qur’an adalah mengemukakan mutiara hikmah dari jalan yang lurus dan perlunya jalan itu dicari melalui doa dan shalat. Hal tersebut diungkapkan dalam :

“Tuntunlah kami kepada jalan yang lurus.”
Tujuan kesembilan adalah mengemukakan tentang jalan dan cara dari mereka yang telah menjadi penerima berkat dan karunia Ilahi, agar kalbu para pencari kebenaran memperoleh ketenteraman karenanya. Tujuan itu dirangkum dalam ayat :

“Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.”
Tujuan kesepuluh dari Al-Qur’an ialah menegaskan adanya orang-orang yang karena akhlak dan aqidahnya telah menjadikan Tuhan tidak berkenan kepada mereka yaitu orang-orang yang tersesat mencari-cari aqidah palsu atau bid’ah dengan maksud agar para pencari kebenaran berhati-hati terhadap mereka.

Hal ini termaktub dalam ayat :
“Bukan jalan mereka yang kemudian dimurkai dan bukan pula yang kemudian sesat.”
Inilah sepuluh tujuan yang menjadi inti ajaran Kitab Suci Al-Qur’an yang menjadi akar dari segala kebenaran. Semua itu dirangkum secara ringkas di dalam Surah Al-Fatihah.

Allah l berfirman:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad: 10)
Maksudnya adalah jalan kebaikan dan jalan kejelekan. Allah telah memberi hidayah, yakni bimbingan dan penjelasan, tentang jalan keselamatan dan jalan kesesatan kepada setiap insan. (Taisir al-Karim ar-Rahman, surat al-Balad: 10)

Hidayah dengan makna di atas hanya diberikan kepada para mukallaf, yakni manusia dan jin, karena merekalah yang diberi beban meniti jalan keselamatan dan menjauh dari jalan penyimpangan. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 191)

Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menyebutkan beberapa pihak yang dapat memberikan hidayah ini.
Allah menjelaskan bahwa Dialah yang memberi hidayah kepada mukallaf, lalu di antara mereka ada yang bersyukur dan ada yang kufur. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan: 3)
Allah l berfirman:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura: 52)
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus….” (QS. Al-Isra: 9)
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tentram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikankan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang mereka selalu kerjakan. Sesungguhnya orang-orang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalamn surga yang penuh kenikmatan. Do’a mereka di dalamnya ialah : “Salam”. Dan penutup do’a mereka ialah : “Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin”. (QS. Yunus : 7-10)

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al Anbiya’ : 107)

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al Faatihah : 5-7)

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran : 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar