

Garuda Pancasila dan Tata Dunia Baru
Burung garuda yang digantungi perisai
itu ialah lambang tenaga pembangun. Dikenal dalam peradaban Nusantara,
mitos yang dilukiskan di Candi Dieng, Prambanan, dan Panataran. Ada
kalanya dengan memakai gambaran berupa manusia dengan berparuh burung
dan bersayap, sebagaimana di Dieng yang sangat mirip dengan gambaran
dewa Horus di Mesir. Kemudian di Candi Prambanan dan Sukuh rupanya
seperti burung dengan paruh panjang yang melambangkan proses perjalanan
kepada keabadian.


Gerakan pemuda seperti Boedi Oetomo atau
perkumpulan Jong dari berbagai propinsi, sejatinya adalah senjata
kelompok Freemason atau dalam bahasa Belanda Vrijmetselarij yang turut
berperan dalam proses kemerdekaan Indonesia, di mana kemerdekaan
Indonesia sendiri bukanlah karena murni berdasarkan ide kemerdekaan yang
dicantumkan dalam Pembukaan UUD 45. Melainkan atas gagasan untuk
menjadikan Indonesia sebagai lahan perah bagi kepentingan Freemason.
Mengapa? Karena sejumlah tokoh bangsa adalah anggota perkumpulan
tersebut.



Berikut di atas adalah sebagian kecil
dari tudingan kelompok-kelompok penggemar teori konspirasi seputar
Freemasonry, Illuminati, Anti-Kristus, dan sebagainya. Kalau di
Indonesia fenomena semacam ini kadang dikaitkan dengan propaganda
meninggalkan bentuk negara dan sistem pemerintahan NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 45, sambil
mengelukan
serta mengusung ideologi Negara Islam. Entah dengan berkedok organisasi
dan atas nama apapun, yang telah banyak disebarluaskan di Indonesia.
Karena mereka berpendapat bahwa cengkraman Freemason di Indonesia begitu
kuat, saking kuatnya telah menghapuskan 7 kata sakral dari Piagam
Jakarta sebagai cikal bakal Pancasila, dan menjadikan Pancasila sebagai
poros ideologi sekuler utama untuk Indonesia. Termasuk dengan bentuk
NKRI yang telah final ini ialah hasil rekayasa kesesatan yang sangat
gamblang.





Sedangkan dalam arena pertarungan
berbentuk elips bernama Bumi ini, manusia bisa menggunakan segala macam
cara, baik persuasif maupun represif. Perang simbol atau perang senjata
api. Entah kondisi hiperrealitas ini akan membawa manusia, terlebih
orang-orang Indonesia ke arah mana. Tetapi biasanya orang yang terus
bergantung pada sistem elitis, yakni menganggap elit (mensakralisasi)
orang lain, atau institusi seperti lembaga politik atau agama,
organisasi rahasia atau organisasi massa, tokoh-tokoh tertentu, dan
sebagainya. Maka tujuan hidupnya cuma satu, berusaha masuk dalam
lingkaran elit tersebut meski dengan segala cara ditempuhnya.
Nasib sebagai rakyat kebudayaan pinggiran, jadi terombang-ambing antara satu kebudayaan besar satu ke kebudayaan besar lain. Kapan ya jadi pemilik kebudayaan besar yang mempengaruhi dunia? (sumber: filsafat-kompasiana.com)
Pancasila Tidak Sakti Lagi, Bakal Tinggal Sejarah

Masih ingat sekali waktu zaman sekolahan
dulu sering mengikuti upacara bendera dan bahkan menjadi pasukan
pengibar bendera. Setiap kali upacara, merah putih dikibarkan, lagu
Indonesia Raya berkumandang, dan Pancasila diteriakkan. Lalu bagaimana
sekarang?
Masih ingatkah saudara-saudara tentang
kejadian sejumlah orang yang menghalangi anak-anak SD untuk menyanyikan
lagu Indonesia dan menghormati bendera? Tetapi itu terjadi di daerah
di luar Jadebotabek. Namun, di Jadebotabek sendiri yang katanya
miniatur Indonesia, lebih plural, dan sering dilebih-lebihkan dari
daerah lain di Indonesia, ternyata di pesantren Wahabi tempat adik saya
sekolah juga tidak mengadakan upacara bendera. Apalagi mengajarkan
nilai-nilai yang terkandung dalam butir Pancasila. Ya, lebih tinggi
ajaran agama daripada Pancasila. Intinya semua itu tidak penting. Bagi
sebagian orang memang tidak penting. Mencintai Indonesia bukan dengan
menyanyikan lagu kebangsaan, menghafal Pancasila, atau menghormati
Bendera Merah Putih. Bahkan Ketua MUI Pusat
terang-terangan menyampaikan bahwa menghormat bendera bukan dengan cara
angkat tangan di kepala seperti itu (Barangkali juga mengharamkan).
Partai-partai politik atau ormas pun juga tak wajib menggunakan asas
Pancasila seperti zaman Orde Baru.
Terkadang saya tidak perduli lagi
hal-hal semacam Pancasila, tetapi terkadang pula justru saya
menganggapnya sangat penting. Kenapa? Kalau ingat waktu saya di Mesir,
mendengar lagu dan Pancasila dikumandangkan saat upacara Agustusan di
KBRI, saya merasakan sendiri rasa kebangsaan tersebut (kalau tidak mau
dikatakan nasionalisme). Memandang merah putih sambil mengangkat tangan
adalah sesuatu yang langka di negeri orang. Kadang saya berpendapat,
mengapa pemerintah tidak menerapkan bahwa Pancasila adalah satu-satunya
asas karena Pancasila adalah dasar negara. Sehingga ketika ditemui orang
atau kelompok yang anti Pancasila seperti contoh sekolah-sekolah yang
sebut di atas, dapat segera ditindak tegas. Atau mungkin mengkaji
kembali ormas dan parpol yang tidak berasaskan Pancasila. Tetapi kadang
saya juga beranggapan untuk apa menerapkan dasar negara sebagai
satu-satunya asas, bukankah itu namanya pemaksaan kehendak.
Ya, pemaksaan kehendak. Ngapain jadi
orang Indonesia harus memikirkan soal apakah ada upacara bendera atau
tidak, apakah orang Indonesia hafal Pancasila atau tidak, dan
sebagainya. Negara kan cuma negara, cuma batas teritorial yang
kapan saja seseorang bisa pindah dengan bayar sejumlah uang serta
mengurus dokumen administrasi. Dahulu ada orang bernama Soekarno yang
dengan lantang menantang Kapitalisme dan Sosialisme dengan mencetuskan
Pancasila. Namun kini Pancasila ditantang oleh Khilafah, ideologi yang
katanya berasal dari Tuhan. Lantas apakah Pancasila masih sakti? Apakah
bangsa ini masih berada di zaman perang ideologi?
Istilah kesaktian Pancasila pun ada
karena propaganda Orde Lama dan Orde Baru. Karena diterapkan oleh rezim
yang sering dibilang menindas rakyat. Lalu apakah masih perlu
diperingati lagi di rezim reformasi ini? Tidak tahulah, jawabannya
tergantung pembaca. Di antara seliweran ideologi, jargon, slogan yang
berkembang di Indonesia, menurut saya Pancasila sudah tidak sakti lagi.
Boro-boro tahu sejarahnya, masyarakat pun bisa ingat hari lahirnya saja
sudah untung.
Pancasila… Oh, Pancasila. Nasibmu kini menyedihkan.
Terkait:
- TNI Dalam Pusaran Tata Dunia Baru
- Lambang Mirip Simbol Yahudi Yang Dipercaya Membawa Keberuntungan
- Makna/Arti Lambang Garuda Pancasila
- Tigabelas (13) Dewa-dewi Mesir Kuno
- Siapa Horus
- Sun God
- Simbol Antikristus Dajjal dan album Dewa 19
- Rumah Unik Berbentuk Mata Dewa Horus Sebagai Kado Ultah
- Para Dewa Mesir Kuno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar