Oleh: Nashruddin Syarief
Mengambil ‘Ibrah dari Kebejatan Ahli Kitab
Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) adalah
dua prototipe umat para Nabi yang gagal mempertahankan keistimewaan yang
dimiliki. Semestinya, dengan anugerah kitab dan kenabian yang mereka
dapatkan, mereka menjadi umat yang paling depan dalam beriman kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, mereka
menjadi umat yang paling kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Umat
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang diberi anugerah sama
sudah semestinya mengambil ‘ibrah (pelajaran) dari kebejatan Yahudi dan Kristen tersebut.
Ahli Kitab, dijelaskan oleh QS. Ali
‘Imran 3:186 adalah umat yang pernah diberi kitab sebelum al-Qur`an.
Kitab yang dimaksud, disebutkan dalam ayat ke 65; Taurat dan Injil. Umat
yang diberi dua kitab tersebut adalah Yahudi dan Kristen/Nashrani.
Kedua umat ini divonis kafir oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan akan
masuk neraka dengan kekal di dalamnya disebabkan menolak kenabian Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (QS. Al-Bayyinah 98).
Al-Qur`an menyebutkan beberapa faktor
yang menjadi penyebab kekufuran Yahudi dan Kristen tersebut, yaitu:
menelantarkan kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala, syirik, ghuluw (kultus individu), membuat bid’ah, dan gila dunia takut mati.
Menelantarkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala
Dalam QS. al-Hadid 57, Allah Subhanahu
wa Ta'ala memerintahkan umat Islam untuk tidak meniru akhlaq bejat Ahli
Kitab dalam menelantarkan kitab ini:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. al-Hadid 57:16).
Imam Ibn Katsir menjelaskan, ayat ini
dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk melunakkan hati ketika
berdzikir dan berinteraksi dengan al-Qur`an. Jangan menyia-nyiakan kitab
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam waktu yang lama, sehingga kelak hati
mereka mengeras sebagaimana pernah terjadi pada Ahli Kitab sebelum
mereka (Tafsir Ibn Katsir QS. al-Hadid 57:16)
Dalam QS. al-Jumu’ah Allah Subhanahu wa
Ta'ala menyebut mereka seperti keledai yang bodoh. Sementara dalam QS.
al-A’raf, Allah mengibaratkan mereka seperti anjing, saking kerasnya
hati mereka, diingatkan tidak diingatkan tetap saja tidak mau tunduk
pada ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُواالتَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًابِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَايَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim” (QS. al-Jumu’ah 62:5).
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِيَ آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir” (QS. al-A’raf 7:175-176).
Disebabkan hati yang sudah mengeras
seperti batu, maka kitab-kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut pun
diperlakukan seenaknya, sesuai kepentingannya. Disebabkan kedengkian
yang akut terhadap bangsa Arab dengan diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari bangsa Arab (QS. al-Baqarah 2:109)
bukan dari bangsa Israel, mereka pun kemudian mengubah ayat-ayat yang
jelas tersebut (QS. al-Baqarah 2: 74-75, 146). Dalam waktu yang lain,
demi mendapatkan pengakuan masyarakat umum dan dengan sendirinya
mendapatkan keuntungan duniawi, mereka berani menambahkan kandungan baru
terhadap kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengatasnamakan Allah
Subhanahu wa Ta'ala, padahal jelas itu adalah ulah tangan mereka sendiri
(QS. An-Nisa` 4:46, Al-Ma`idah 5:13, 41, Al-Baqarah 2:79).
Kritikan al-Qur`an ini menemukan
pembenarannya dalam Bibel/Alkitab yang ada di tangan Yahudi-Kristen
dewasa ini. Terdapat variasi Alkitab. Masing-masingnya bahkan jelas nama
penulisnya (Lukas, Markus, Matius, Yohanes). Kandungannya banyak yang
merupakan duplikasi dari ajaran Yunani-Romawi yang mendominasi wacana
keagamaan saat itu.
Umat Islam sudah seyogianya tidak
menelantarkan kitabnya seperti itu. Al-Qur`an itu, diibaratkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala jika diturunkan kepada gunung maka gunung akan
hancur remuk saking takutnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (QS.
al-Hasyr 59:21). Maka umat Islam jangan lebih keras daripada bebatuan
gunung. Gunung saja hancur remuk, maka aneh jika hati manusia tidak
tergerak sama sekali. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut al-Qur`an
sebagai pengajaran, obat hati, petunjuk pada jalan kebenaran dan
anugerah rahmat (QS. Yunus 10:57). Maka jangan sampai umat Islam
mengabaikan semuanya itu. Al-Qur`an mesti rutin dibaca, dipahami
maknanya, dihayati kandungannya, dihafal pengajarannya, dan diamalkan
ajarannya. Jika ini terabaikan, maka pasti umat Islam akan ‘rusak’
sebagaimana Ahli Kitab sebelumnya.
Apalagi jika sampai al-Qur`an dianggap
sudah tidak sesuai tuntutan zaman, dengan dalih teks-teks ayat al-Qur`an
hanya cocok untuk bangsa Arab. Demi kepentingan duniawi al-Qur`an
diyakini harus didekonstruksi teksnya untuk kemudian ditafsirkan secara
serampangan dengan hermeneutika. Jika itu juga sampai terjadi, tunggu saja kehancuran umat Islam.
Syirik
Meskipun sudah jelas bahwa para Nabi
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hanya mengajarkan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan menjauhi selain Allah Subhanahu wa
Ta'ala/thaghut (QS. An-Nahl 16:36, Ali ‘Imran 3:64), tetapi Ahli Kitab
malah dengan terang-terangan mengabaikan ajaran ini. Mereka meyakini
bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala punya anak (QS. at-Taubah 9:30). Dalam
QS. al-Baqarah 2:101-102 dijelaskan, Ahli Kitab ini menelantarkan
kitabnya dan malah lebih menggandrungi sihir. Sementara dalam QS.
an-Nisa` 4:51, ketika mereka diberi kitab mereka malah lebih meyakini
kebenaran sihir dan thaghut (sesuatu yang sakral selain Allah Subhanahu
wa Ta'ala). Dalam QS. al-A’raf 7 diinformasikan oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala, bahwa karakter ini sudah muncul dari sejak generasi pertama Ahli
Kitab di zaman Nabi Musa as:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْاْ عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَّهُمْ قَالُواْ يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَـهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
“Dan Kami seberangkan Bani Israel ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israel berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab:“Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh” (QS. al-A’raf 7:138)
Karakter senang terhadap syirik ini
terus membatu dalam hati mereka sampai kemudian menjadikan anak sapi
sebagai sesembahan mereka (QS. al-A’raf 7:148).
Fakta hari ini menunjukkan bahwa
masyarakat Israel/Yahudi dan Barat/Kristen lebih menggandrungi mitos,
sihir, dan semacamnya dibanding ajaran-ajaran Alkitab mereka. Alkitab
mereka ditelantarkan begitu saja, sementara ramalan-ramalan—dan itu
dicontohkan sendiri oleh pendeta-pendeta mereka—begitu diperhatikan.
Apalagi penganut Kristen yang sampai menjadikan tuhan mereka “tiga” (QS.
An-Nisa` 4:171, Al-Ma`idah 5: 73).
Maka dari itu, Nabi Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam sangat sering mewanti-wanti umatnya untuk tidak terjerumus
syirik. Al-Qur`an dan hadits dalam hal ini dengan tegas menyatakan bahwa
syirik dosa terbesar dan tidak akan mungkin diampuni. Dalam hal kecil
yang mengarah pada syirik sekalipun, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
mengecamnya:
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ r
لَمَّا خَرَجَ إِلَى حُنَيْنٍ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ
لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ
أَنْوَاطٍ فَقَالَ النَّبِيُّ rسُبْحَانَ
اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا
لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ
Dari Abu Waqid al-Laitsi, saat
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pergi ke Hunain, beliau
melintasi sebuah pepohonan kaum musyrikin bernama Dzat Anwath,
orang-orang biasa menggantungkan persenjataan mereka di pohon itu.
Kemudian para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, buatkan kami Dzat Anwath seperti milik mereka.” Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Subhaanallaah,
ini seperti yang dikatakan kaum Musa: Buatkan kami ilah seperti
ilah-ilah mereka. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian akan
melakukan perilaku-perilaku orang sebelum kalian.” (Sunan at-Tirmidzi kitab al-fitan bab latarkabunna sunana man kana qablakum no. 2180).
Ini menjadi peringatan yang keras buat
umat Islam untuk tidak mengikuti kesalahan Ahli Kitab. Lebih
memperhatikan mitos, ramalan, hal-hal keramat dan semacamnya dibanding
mengkaji kitab yang ada pada mereka. Jika itu terjadi maka kehancuran
agama seperti terjadi pada Ahli Kitab, akan terjadi pula pada umat
Islam.
Ghuluw (Kultus Individu)
Salah satu penyebab adanya syirik tersebut adalah ghuluw (kultus
individu). Khusus orang Kristen, mereka sampai menuhankan Yesus dan
ibunya (QS. An-Nisa` 4:171-172, Al-Ma`idah 5:116-117). Baik
Yahudi-Kristen mereka mengkultuskan juga pendeta dan rahib, sehingga apa
yang diucapkan pendeta dan rahib tersebut, meskipun itu menghalalkan
yang haram atau sebaliknya, selalu dianggap benar (QS. At-Taubah 9:31
dan penafsirannya dalam hadits ‘Adi ibn Hatim).
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam hal ini mengingatkan umatnya:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Janganlah kalian melampaui batas
dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan
‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu
katakanlah ‘Abdullah wa rasuluh (hamba Allah dan utusan-Nya) (Shahih al-Bukhari kitab ahadits al-anbiya babqaulil-’Llah wa-dzkur fil-kitab Maryam no. 3445).
Pengkultusan Ahli Kitab terhadap
orang-orang yang dipandang suci oleh mereka juga sampai pada tahap
mengabadikannya dalam patung dan gambar di tempat-tempat penting mereka.
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً
رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ r
فَقَالَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ
فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ
الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, bahwa Ummu
Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam mereka melihat gereja di Habasyah yang di dalamnya terdapat
gambar. Maka beliau pun bersabda: “Sesungguhnya jika orang shalih
dari mereka meninggal, maka mereka mendirikan masjid di atas kuburannya
dan membuat patungnya di sana. Maka mereka itulah seburuk-buruk makhluk
di sisi Allah pada hari qiyamat.” (Shahih al-Bukhari kitab as-shalat bab hal tunbasyu qubur musyrikil-Jahiliyyah no. 427; Shahih Muslim kitab al-masajid bab an-nahy ‘an bina`il-masajid ‘alal-qubur no. 1209)
Menyadari bahayanya kultus individu
terhadap kemurnian ajaran Islam, maka Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
mengingatkan umatnya:
قَالَ جُنْدَبٌ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ r
قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّى أَبْرَأُ إِلَى
اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِى مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ
اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً وَلَوْ كُنْتُ
مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِى خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ
أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا
الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Jundab berkata: Lima hari menjelang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam wafat, aku mendengar beliau bersabda: “Aku
berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah seorang di antara
kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta’ala telah menjadikanku sebagai
kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun
seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku sebagai kekasih,
niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi
dan orang-orang shalih dari mereka sebagai tempat peribadatan, maka
janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai tempat
peribadatan, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu.” (Shahih Muslim kitab al-masajid bab an-nahy ‘an bina`il-masajid ‘alal-qubur no. 1216)
Artinya, jika umat Islam mengkultuskan
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sampai pada tingkat mengeramatkan
kuburannya, menilainya sebagai putra Allah Subhanahu wa Ta'ala atau
menuhankan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, demikian juga menilai
orang-orang shalih sebagai orang suci dan penuh dengan keramat, maka
pasti ajaran Islam yang kaffah tidak akan pernah bisa diwujudkan. Pada
saat itu, umat Islam pasti akan mengalami kerusakan yang sama dengan
Ahli Kitab.
Membuat Bid’ah
Di antara bid’ah yang disoroti al-Qur`an
adalah kerahiban pada agama Kristen. Sebagaimana diketahui, rahib
Kristen tidak boleh menikah, memiliki kasta-kasta khusus seperti Paus,
Kardinal, Uskup, dan adanya keistimewaan khusus untuk orang-orang yang
dianggap suci (Saint/Santo). Semua ini adalah bid’ah yang diada-adakan
oleh Kristen (QS. Al-Hadid 57:27).
Bid’ah lainnya adalah merayakan
hari-hari yang dianggap istimewa oleh mereka. Ini di antaranya tercermin
dalam dialog seorang Yahudi dan ‘Umar ibn al-Khaththab:
Dari ‘Umar ibn al-Khaththab, seorang Yahudi berkata kepadanya: “Wahai
Amirul-mu`minin, ada satu ayat dalam kitab kalian yang biasa kalian
baca. Seandainya saja ayat itu diturunkan kepada kami, niscaya kami akan
menjadikan hari turunnya tersebut sebagai ‘id (perayaan).” ‘Umar bertanya: “Ayat yang mana?” Yahudi itu menjawab: Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu [QS.
al-Maidah 5:3].‘Umar menimpali: “Kami tahu hari dan tempat ayat
itu turun kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yakni ketika Nabi
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berdiri di ‘Arafah pada hari Jum’at (tapi
kami tidak akan merayakannya).” (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab ziyadatil-iman wa nuqshanihi no. 45; Shahih Muslim kitab at-tafsir no. 7712).
Maka dari itu tidak heran jika di
masyarakat Kristen banyak sekali perayaan hari-hari yang dianggap
penting, di antaranya yang jelas natal (kelahiran Yesus), paskah
(kenaikan Yesus), tahun baru, ulang tahun, dan lain sebagainya.
Bid’ah-bid’ah semacam ini mesti dijauhi oleh umat Islam, agar agama
Islam tidak rusak sebagaimana agamanya Ahli Kitab. Ajaran yang
sebenarnya ditinggalkan dengan sebab terlalu fokus pada
perayaan-perayaan bid’ah.
Gila Dunia Takut Mati
Banyak sekali ayat yang menyatakan bahwa
Ahli Kitab berani menukarkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan
harga yang sedikit. Maksudnya, mereka lebih memilih meninggalkan kitab
Allah Subhanahu wa Ta'ala demi mengejar kesenangan duniawi yang sesaat.
Kalau perlu ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala itu dibajak, diubah, dan
dipelintir demi mendapatkan keuntungan sesaat (tsamanan qalilan). Dalam QS. Al-Baqarah 2:96 disebutkan bahwa itu disebabkan sifat ‘gila dunia’ yang sangat akut dalam diri mereka:
وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka (Yahudi), manusia yang paling rakus kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih rakus lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Baqarah 2:96).
Saking gilanya mereka terhadap dunia,
maka mereka takut sekali pada kematian, meskipun mereka mengklaim
sebagai bangsa pilihan Tuhan yang pasti akan dimasukkan ke surga-Nya:
قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الآَخِرَةُ عِندَ اللّهِ خَالِصَةً مِّن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُاْ الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ وَلَن يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمينَ
“Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya(QS. Al-Baqarah 2:94-95).
Ayat semakna terdapat juga dalam QS. Al-Jumu’ah. Dalam surat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan peringatan khusus:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَالَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِالْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Jumu’ah 62:8)
Sifat inilah yang menyebabkan Ahli
Kitab sangat mencurahkan perhatiannya pada kehidupan dunia. Saking
dipentingkannya, maka agama sekalipun harus tunduk pada dunia, bukan
sebaliknya. Maka tidak heran jika kita saksikan Yahudi-Kristen lebih
mendahulukan modernisme dibanding ajaran-ajaran kitabnya. Tidak akan
dikenal dalam agama Yahudi-Kristen istilah “penegakan syari’at”, sebab
mereka semua—termasuk para pendetanya—sudah sepaham tidak perlu hal itu,
yang penting dunia dikuasai. Akibatnya kezhaliman terjadi di berbagai
belahan dunia. Yang paling kentara adalah kezhaliman dalam bidang
ekonomi dalam wujud ketimpangan ekonomi yang sangat tajam antara kaya
dan miskin; kezhaliman dalam sumber daya manusia yang berwujud hancurnya
kepribadian manusia akibat paham kebebasan (freedom), free sex,
narkoba, miras, yang kemudian merembet pada hancurnya nilai-nilai
keluarga dan kemasyarakatan; dan kezhaliman sumber daya alam (SDA) yang
berwujud kerusakan lingkungan.
Umat Islam sudah semestinya tidak
mengulangi kehancuran agama yang terjadi pada Ahli Kitab disebabkan
sifat yang satu ini. Disebabkan mendahulukan dunia, hukum waris pun
diabaikan dan bahkan dianggap tidak adil. Disebabkan memprioritaskan
dunia, keharaman riba pun sengaja diabaikan dengan sejuta dalih.
Pelaksanaan syari’at-syari’at Islam lainnya terabaikan disebabkan umat
Islam hanya fokus pada kehidupan dunianya, bukan pada agamanya. Jika itu
terjadi maka jangan heran kalau kelak yang tersisa dari Islam hanya
namanya saja, tidak ada wujud hakikatnya sama sekali. Seperti halnya
Ahli Kitab, yang tersisa hanya namanya saja “Ahli Kitab”, sementara
kitab dan ajarannya sudah hilang sama sekali.
Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sudah dari sejak lama mengingatkan:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ t أَنَّ النَّبِيَّ r
قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Dari Abu Sa’id ra, bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Kamu
akan mengikuti jalan-jalan kaum sebelummu sejengkal demi sejengkal,
sehasta demi sehasta. Sehingga walau mereka masuk lubang biawak
sekalipun kamu akan mengikutinya juga.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya: “Apakah mereka yang dimaksud itu Yahudi dan Nashrani?” Jawab Rasul: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (Shahih al-Bukhari kitab ahadits al-anbiya bab ma dzukira ‘an bani Isra`il no. 3456 dan kitab al-i’tisham bil-kitab bab qaulin-Nabiy latattabi’unna sunana man kana qablakum no. 7320; Shahih Muslim kitab al-qadr bab ittiba’ sunan al-yahud wan-nashara no. 6952).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar