Surat
yang sudah sangat ma’ruf di tengah-tengah kita yaitu surat Yasin.
Sampai-sampai sebagian orang pun sudah menghafalnya karena saking
seringnya surat ini dibaca. Namun coba tanyakan berapa banyak orang
yang bisa memahami kandungan surat tersebut. Kami sangat tertarik sekali
untuk mengkaji ayat demi ayat darinya. Karena sungguh banyak
pelajaran penting seputar aqidah dan masalah lainnya yang sebenarnya
bisa kita gali dari surat Yasin. Di antaranya dapat dibaca dalam
artikel berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya
Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Mari kita lihat apa saja faedah penting dari ayat tersebut sebagaimana diterangkan oleh para ulama pakar tafsir.
Faedah pertama
Allah
akan menghidupkan makhluk yang telah mati, yang telah menjadi tulang
belulang ketika hari kiamat kelak, saat hari berbangkit. Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati”. Kata Ibnu Katsir, ini terjadi pada hari kiamat[1]. Artinya
di hari kiamat semua yang telah mati akan kembali dihidupkan. Ayat
ini dengan sangat terang menunjukkan adanya hari berbangkit. Inilah
bagian aqidah yang mesti diyakini seorang muslim.
Faedah kedua
Ayat
di atas menunjukkan bahwa Allah Ta’ala bisa menghidupkan hati siapa
saja yang Dia kehendaki termasuk orang-orang kafir yang mati hatinya
karena tenggelam dalam kesesatan. Allah bisa jadi menunjuki mereka
dari kesesatan menuju jalan hidayah. Sebagaimana Allah berfirman
setelah menceritakan mengenai orang yang keras hatinya,
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Ketahuilah
olehmu bahwa Sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran
(Kami) supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al Hadid: 17)[2]
Sebelumnya Allah Ta’ala menerangkan,
وَلَا
يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ
عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ
فَاسِقُونَ
“Dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan
Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka
lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)
Faedah ketiga
Allah akan mencatat setiap amalan yang pernah dilakukan[3], baik yang baik maupun yang jelek[4]. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا
“dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan”
Faedah keempat
Mengenai ayat,
وَآَثَارَهُمْ
“(dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan) dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”.
Yang dimaksud “bekas-bekas yang mereka tinggalkan” ini ada tiga pendapat di kalangan pakar tafsir:
- Bekas langkah kaki mereka. Pendapat ini dipilih oleh Al Hasan, Mujahid dan Qotadah.
- Langkah kaki menuju shalat Juma’t. Pendapat ini dipilih oleh Anas bin Malik.
- Bekas kebaikan dan kejelekannya yang orang lain ikuti. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Al Faro’, Ibnu Qutaibah dan Az Zujaj.[5]
Yang
menunjukkan bahwa bekas langkah kaki akan dicatat, baik langkah dalam
kebaikan maupun keburukan adalah sebagaimana penjelasan Qotadah
(seorang tabi’in) yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir. Qotadah
rahimahullah mengatakan, “Seandainya Allah
lalai dari urusan manusia, maka tentu saja bekas-bekas (kebaikan dan
kejelekan) itu akan terhapus dengan hembusan angin. Akan tetapi Allah
Ta’ala menghitung seluruh amalan manusia, begitu pula bekas-bekas
amalan mereka. Sampai-sampai Allah Ta’ala akan menghitung bekas-bekas
amalan mereka baik dalam ketaatan maupun dalam kemaksiatan.
Barangsiapa yang ingin dicatat bekas amalan kebaikannya, maka
lakukanlah.”[6] Maksud yang disampaikan oleh Qotadah ini juga disampaikan dalam beberapa hadits di antaranya sebagai berikut.
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ خَلَتِ الْبِقَاعُ حَوْلَ
الْمَسْجِدِ فَأَرَادَ بَنُو سَلِمَةَ أَنْ يَنْتَقِلُوا إِلَى قُرْبِ
الْمَسْجِدِ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
فَقَالَ لَهُمْ « إِنَّهُ بَلَغَنِى أَنَّكُمْ تُرِيدُونَ أَنْ
تَنْتَقِلُوا قُرْبَ الْمَسْجِدِ ». قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَدْ أَرَدْنَا ذَلِكَ. فَقَالَ « يَا بَنِى سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ
تُكْتَبْ آثَارُكُمْ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ ».
Dari Jabir bin ‘Abdillah berkata, "Di
sekitar masjid ada beberapa bidang tanah yang masih kosong, maka Bani
Salamah berinisiatif untuk pindah dekat masjid. Ketika berita ini
sampai ke telinga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Rupanya telah sampai berita kepadaku bahwa kalian ingin pindah dekat masjid." Mereka menjawab, "Benar wahai Rasulullah, kami memang ingin seperti itu." Beliau lalu bersabda, "Wahai
Bani Salamah, tetapkanlah kalian tinggal di rumah kalian, sebab
langkah kalian akan dicatat, tetapkanlah kalian tinggal di rumah
kalian, sebab langkah kalian akan dicatat."[7]
Disebutkan dalam Tafsir Ath Thobari sebuah riwayat dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata,
شكت
بنو سَلِمة بُعد منازلهم إلى النبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم
فنزلت( إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا
وَآثَارَهُمْ ) فقال: "عَلَيكُمْ مَنَازِلَكُم تُكْتَبُ آثارُكم"
“Bani
Salamah dalam keadaan kebimbangan karena tempat tinggal mereka jauh
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas turunlah ayat (yang
artinya), “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang
mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan
bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. Beliau bersabda, “Tetaplah kalian di tempat tinggal kalian. Bekas-bekas langkah kalian akan dicatat.”[8]
Artinya di sini, langkah
menuju masjid dalam amalan kebaikan akan dicatat, begitu pula langkah
pulang dari masjid. Ketika seseorang menuntut ilmu, harus menaiki
kendaraan karena sangat jauhnya tempat pengajian, maka putaran roda
pun akan dicatat sebagai kebaikan karena ini adalah bekas amalan
kebaikan yang ia lakukan. Begitu pula ketika seseorang harus
mengeluarkan biaya untuk menuntut ilmu dari para guru (masyaikh) di
luar negeri, maka setiap usaha menuju ke sana yang ia lakukan, itu pun
akan dicatat. Begitu pula rasa capek dalam kebaikan, itu pun
akan dicatat. Sungguh Maha Besar karunia Allah. Namun kita sendiri yang
sebenarnya tidak menyadari hal ini.
Begitu
pula bekas langkah dalam melakukan kemaksiatan pun akan dicatat.
Ketika ia mengendarai mobil untuk menuju tempat zina dan berdua dengan
kekasih yang belum halal baginya, langkah menuju tempat maksiat
tersebut akan dicatat. Dengan mengetahui hal ini, sudah seharusnya kita
pun tidak bertekad melakukan maksiat dan dosa.
Faedah kelima
Sebagaimana
tafsiran “bekas-bekas amalan” lainnya adalah bahwa bekas kebaikan dan
kejelekan yang diikuti orang lain, itu pun akan dicatat. Artinya jika
kebaikan kita diikuti oleh orang lain, maka kita pun akan mendapatkan
pahala. Begitu pula jika kejelekan yang kita lakukan diikuti oleh
orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosa.
Dalil yang mendukung tafsiran ini adalah hadits-hadits berikut ini.
مَنْ
سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ
لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ
يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa
melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya,
maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang
mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka
peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan
lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa
semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya
sedikitpun.”[9]
Jika
ilmu yang bermanfaat diikuti oleh orang lain, seseorang yang
menyebarkan kebaikan tersebut akan mendapatkan pahala orang yang
mengikuti kebaikannya meskipun ia telah berada di liang lahat.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِذَا
مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ
“Jika
manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara:
shodaqoh jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholih yang
mendoakan dirinya. ”[10]
Oleh
karena itu jangan meremehkan satu kebaikan untuk disampaikan pada
yang lainnya, apalagi sampai yang kita sampaikan adalah ilmu yang
bermanfaat. Begitu pula janganlah sampai menyebarkan satu kejelekan
sedikit pun karena jika itu diikuti orang lain, maka kita pun akan
mendapatkan dosanya. Maka penjelasan ini menjelaskan bahaya seseorang
menyebar syirik, bid’ah dan maksiat. Semoga Allah memberi petunjuk.
Faedah keenam
Segala sesuatu akan dicatat di Lauhul Mahfuzh (lembaran yang tejaga). Inilah yang disebutkan Allah Ta’ala,
وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”
Setiap kebaikan dan kejelekan yang dilakukan, sungguh akan dicatat di Lauhul Mahfuzh.
Faedah ketujuh
“Imamul Mubin” yang dimaksudkan di sini adalah ummul kitab (induk kitab). Demikian disebutkan dalam ayat lain,
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.”
(QS. Al Isro’: 71). Yang dimaksudkan dengan pemimpinnya di sini
adalah dengan kitab amalan mereka yang bersaksi atas kejelekan dan
kebaikan yang mereka lakukan.
Maksud ayat di atas sama dengan firman Allah dalam ayat lainnya,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi.” (QS. Az Zumar: 69)
وَوُضِعَ
الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ
وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ
صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا
حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan
diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka
berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan
ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun".” (QS. Al Kahfi: 49)[11]
Alhamdulillah,
dari ayat yang singkat ini kita bisa menggali faedah-faedah yang luar
biasa. Semoga sajian ini bermanfaat. Sungguh nikmat jika terus
menerus kita dapat menggali faedah-faedah berharga dari setiap ayat Al
Qur’an yang kita baca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar