Salah
satu keistimewaan Ummat Islam dibandingkan ummat lainnya ialah jaminan
Allah terhadap Kitabullah Al-Quranul Karim. Al-Qur’an merupakan
satu-satunya Kitab Allah yang dipastikan akan terpelihara keasliannya
semenjak pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wa sallam hingga tibanya hari Kiamat. Hal ini tidak ditemukan di
dalam Kitab Allah lainnya yang telah diwahyukan kepada para Nabi
terdahulu. Baik itu Kitabullah Taurat yang di wahyukan kepada
Nabiyullah Musa ‘alaihis salam maupun Kitabullah Injil yang diwahyukan
kepada Nabiyullah Isa ‘alaihis salam.
Tidak
ada satupun ayat di dalam Taurat (mereka menyebutnya Perjanjian Lama)
maupun Injil (mereka menyebutnya Perjanjian Baru) yang menyatakan bahwa
otentitas kedua kitab tersebut bakal terjamin. Itulah sebabnya dewasa
ini ditemukan berbagai versi Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Antara satu dengan lainnya terdapat banyak sekali perbedaan. Tidak
seragam. Sementara dimanapun dan kapanpun dalam sejarah, Al-Qur’an
senantiasa ditemukan dalam keadaan seragam. Tidak ada perbedaan satu
hurufpun di antara semua Al-Qur’an yang beredar di seluruh dunia.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS Al-Hijr [15] : 9)
Namun
keistimewaan Al-Qur’an bukan hanya terletak pada jaminan
keterpeliharaan keasliannya semata. Al-Qur’an diwahyukan Allah kepada
Nabi Akhir Zaman agar menjadi petunjuk bagi segenap ummat manusia, tanpa
kecuali. Oleh karenanya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam
juga ditegaskan Allah diutus untuk segenap ummat manusia, bahkan menjadi
rahmat bagi segenap alam semesta. Al-Qur’an bukan kitab khusus untuk
menjadi petunjuk bagi ummat Islam semata. Nabi Muhammad shollallahu
‘alaihi wa sallam tidak diutus untuk menjadi Nabi bagi bangsa Arab
semata.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia. (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ
Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya. (QS. Saba [34] : 28)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya [21] : 107)
Sedangkan
Nabi Musa ‘alaihis salam maupun Nabi Isa ‘alaihis salam diutus hanya
khusus bagi sekelompok manusia yaitu Bani Israel alias ketuunan Nabi
Ya’qub ‘alaihis salam yang nama lainnya ialah Nabi Israel ‘alaihis
salam. Kitab Taurat dan Injil dengan demikian juga dimaksudkan untuk
menjadi petunjuk sebatas bagi Bani Israel, bukan untuk segenap ummat
manusia.
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ
Dan Kami berikan kepada Musa ‘alaihis salam kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israel. (QS Al-Isra [17] : 2)
وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ وَرَسُولا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
Dan
Allah akan mengajarkan kepadanya (Isa ‘alaihis salam) Al Kitab,
Hikmah, Taurat dan Injil. Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israel. (QS. Ali-Imran [3] : 49)
Inilah
keistimewaan peranan Al-Qur’an sekaligus peranan Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wa sallam yang sungguh sangat berbeda dengan peranan
Taurat maupun Injil atau peranan Nabi Musa ‘alaihis salam maupun Nabi
Isa ‘alaihis salam. Al-Qur’an dimaksudkan Allah untuk menjadi petunjuk
bagi segenap manusia, apapun bangsa, suku, warna kulit, bahasa bahkan
agamanya.
Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah agar menjadi Nabi
bagi segenap manusia di muka bumi apapun latar belakangnya. Sedangkan
Taurat dan Injil maupun Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Isa ‘alaihis
salam diwahyukan dan diutus Allah untuk menjadi petunjuk dan Nabi bagi
Bani Israel semata. Allah tidak pernah mengamanatkan kepada Nabi Musa
‘alaihis salam maupun Nabi Isa ‘alaihis salam agar mendakwahkan Taurat
atau Injil kepada kalangan di luar Bani Israel.
Sedangkan
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam jelas diamanatkan Allah
agar mendakwahkan nilai-nilai Al-Qur’an kepada segenap ummat manusia,
baik dia itu bangsa Arab atau bukan, muslim ataupun bukan. Dan itu juga
berarti bahwa kita –ummat Islam– selaku pengikutnya berkewajiban
mempromosikan Al-Qur’an agar menjadi petunjuk bagi segenap ummat
manusia, baik mereka beriman kepadanya maupun tidak.
Permasalahan
ini sangat penting mengingat bahwa dewasa ini kita sedang menjalani
era penuh fitnah dimana upaya menyelewengkan makna seperti di atas luar
biasa dilakukan oleh kaum kuffar dibantu kaum munafiqun. Salah satu
fitnah yang sengaja disebarkan ialah virus faham pluralisme. Awalnya
pluralisme cuma menawarkan gagasan “keharusan menghormati segenap
penganut agama, apapun agamanya”.
Sampai
sebatas ini, Islam tidak mempermasalahkan, bahkan sesuai dengan ajaran
Islam. Namun kaum pengusung pluralisme tidak berhenti hingga di situ.
Mereka selanjutnya mempropagandakan bahwa “semua agama sama, semua
agama baik, bahkan semua agama benar.” Inilah racunnya.
Ketika
seorang yang mengucapkan dua kalimat syahadat menelan begitu saja
logika berfikir pluralisme hingga setuju dengan gagasan semua agama
sama baiknya, sama benarnya, maka di situlah masalah muncul. Sebab
jelas berdasarkan uraian di atas bahwa tidaklah sama antara satu agama
dengan agama lainnya. Bahkan antara tiga agama terbesar dunia dewasa
ini –Islam, Kristen dan Yahudi– kedudukan dan peranannya tidaklah sama
dan tidaklah setara.
Tidak
saja kitab suci kaum Yahudi dan Nasrani dewasa ini telah mengalami
distorsi yang begitu hebat, kemudian ditambah lagi bahwa Allah Rabb
semesta alam mengamanatkan kepada Ahli Taurat maupun Ahli Injil untuk
menjadikan kedua kitab tersebut petunjuk sebatas bagi kalangan Bani
Israel, bukan untuk segenap ummat manusia.
Sementara
itu kitab suci Al-Qur’an tidak saja terjamin keasliannya sebagaimana
pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa
sallam lima belas abad yang lalu, melainkan ia juga diperuntukkan bagi
segenap ummat manusia di muka bumi hingga tibanya hari Kiamat.
Namun
realitas dunia saat ini justeru kita menyaksikan bahwa ummat Islam
alias Ahli Al-Qur’an justeru menjadi ummat yang mengekor kepada
tradisi/budaya/kebiasaan kaum Yahudi dan Nasrani yang notabene dewasa
ini merupakan pemimpin dunia modern. Tidak bisa kita pungkiri bahwa
dunia dewasa ini dipimpin oleh kaum Barat yang terdiri dari
Judeo-Christian Civilization (Peradaban Yahudi-Nasrani).
Pantaslah
bilamana dunia modern dewasa ini berada dalam perjalanan yang tidak
jelas menuju masa depannya. Sebab yang memimpin dunia modern adalah
fihak yang tidak memiliki wahyu yang masih asli bersumber dari Allah
Rabb semesta alam, bahkan kalaupun mereka bisa menghadirkan kitab suci
mereka yang asli namun Allah tidak pernah mengamanatkan kedua kitab suci
mereka itu untuk menjadi petunjuk bagi segenap ummat manusia. Kedua
kitab suci tersebut –Taurat dan Injil– hanya diperuntukkan bagi
sekelompok kecil ummat manusia, yakni Bani Israel.
Sebaliknya,
karena kebodohan dan kelemahan mental, ummat Islam justeru merelakan
dirinya mengekor kepada berbagai konsep yang ditawarkan oleh kaum
Yahudi dan Nasrani pemimpin dunia modern. Sebagian besar Ahli Al-Qur’an
dewasa ini mengidap penyakit inferiority complex alias mental pecundang
sehingga mereka tidak keberatan mengekor kepada fihak Barat yang
sesungguhnya berada dalam kesesatan.
Padahal
justeru ummat Islam-lah satu-satunya kelompok manusia di muka bumi
yang masih memiliki kejelasan kitab suci yang bersumber dari Allah Rabb
semesta alam. Bahkan Allah telah melegalisir kitab suci tersebut agar
diperlakukan sebagai petunjuk bagi segenap ummat manusia, bilamana
mereka ingin selamat. Artinya, sesungguhnya hanya ummat Islam-lah
satu-satunya fihak yang layak memimpin dan membimbing ummat manusia di
era modern ini menuju kehidupan sejahtera secara hakiki dan abadi.
Tetapi
sayang seribu kali sayang, justeru tidak sedikit muslim dewasa ini
yang bilamana diajak untuk diberlakukannya syariat Islam alias hukum
Allah alias hukum Al-Qur’an, malah menolaknya dengan alasan bahwa kita
tidak sepantasnya memaksakan agama Islam kepada orang-orang non-muslim.
Laa haula wa laa quwwata illa billah...!
Sungguh
tepatlah penggambaran Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam lima
belas abad yang lalu mengenai kondisi ummat Islam di era penuh fitnah
dewasa ini, sebagai berikut:
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ
حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh,
kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta,
sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti
akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah
mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau
bukan mereka?" (HR. Muslim No. 4822)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar