Permasalahan
Taqiyyah
Penghalang
pertama bagi terwujudnya solidaritas yang benar lagi tulus antara kita dan
mereka ialah apa yang mereka sebut dengan At Taqiyyah[1]. Taqiyyah
adalah suatu keyakinan dalam agama yang membolehkan bagi mereka untuk
berpenampilan di hadapan kita dengan penampilan yang menyelisihi hati nurani
mereka. Dengan demikian orang yang lugu dari kalangan kita (Ahlusunnah)
akan tertipu dengan penampilan mereka yang mengesankan ingin mengadakan
solidaritas dan pendekatan, padahal sebenarnya mereka tidaklah menginginkan,
juga tidak rela, dan tidak akan menerapkan hal itu, kecuali bila hal itu hanya
dilakukan oleh satu pihak saja (yaitu pihak Ahlusunnah), sedangkan pihak
lain tetap berada dalam kenyelenehannya tidak bergeser sedikit pun walau hanya
satu rambut (yaitu Syiah). Walaupun para pelaku peran “Taqiyyah” dari mereka
berhasil meyakinkan kita bahwa mereka telah maju beberapa langkah mendekat
dengan kita, maka sesungguhnya masyarakat Syi’ah seluruhnya; pemuka mereka dan
masyarakat awamnya akan tetap terpisah dari para pemeran sandiwara ini, dan
tidak akan pernah menerima apapun apa yang dikatakan oleh para perwakilan yang
telah memerankan peranan mereka.
Di antaranya hadits yang mereka yakini
bahwa Imam kelima mereka, yaitu Muhammad Al Baqir meriwayatkan suatu hadits yang
di antara bunyinya:
“At Taqiyyah ialah kebiasaanku dan
kebiasaan bapak-bapakku, dan tidak beriman orang yang tidak
bertaqiyyah.”
(Al Ushul Minal Kafi, bab: At Taqiyyah jilid: 2 hal:
219).
Syaikh ahli hadits mereka Muhammad bin
Ali bin Al Hasan bin Babuyah Al Kummi telah menyebutkan dalam sebuah risalahnya
yang berjudul Al I’tiqadaat:
“Bertaqiyyah wajib hukumnya, barang
siapa yang meninggalkannya, maka ia bagaikan orang yang meninggalkan
sholat.” Ia
juga berkata: “Bertaqiyyah wajib hukumnya, dan tidak boleh dihapuskan hingga
datang sang penegak keadilan (imam mahdi -pent), dan barang siapa yang
meninggalkannya sebelum ia datang, maka ia telah keluar dari agama Allah Ta’ala,
dan dari agama Al Imamiyyah, serta menentang Allah, Rasul-Nya dan para
Imam.” (Baca risalah Al I’tiqadaat, pasal At Taqiyyah, terbitan Iran
tahun: 1374 H).
Celaan Terhadap Al
Quran
Sampai pun Al Quran Al Karim, yang
semestinya menjadi rujukan penyatu antara kita dan mereka dalam upaya pendekatan
diri kepada persatuan, akan tetapi ternyata prinsip-prinsip agama mereka tegak
di atas penakwilan ayat-ayatnya dan memalingkan artinya kepada pemahaman yang
tidak pernah dipahami oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam , dan kepada pemahaman yang tidak pernah
dipahami oleh para imam kaum muslimin semoga Allah merahmati mereka- dari
generasi yang padanya diturunkan Al Quran.
Bahkan salah seorang ulama terkemuka
kota Najef, yaitu Haji Mirza Husain bin Muhammad Taqi An Nuri At Thobarsy,
seorang figur yang mereka agungkan sampai-sampai ketika ia wafat pada tahun 1320
H, mereka menguburkannya di kompleks pemakaman Al Murtadhowi di kota Najef, di
singgasana kamar Banu Al Uzma binti Sultan An Nashir Lidinillah, yang berupa
teras kamar yang menghadap ke Kiblat yang terletak di sebelah kanan setiap orang
yang masuk ke halaman Al Murtadhowi dari pintu kiblat di kota Najef Al Asyraf.
Suatu tempat paling suci bagi mereka. Ulama kota Najef ini pada tahun 1292 H di
saat ia berada di kota Najef di sisi kuburan yang dinisbatkan kepada Imam Ali
-semoga Allah memuliakan wajahnya- menuliskan sebuah buku yang ia beri judul:
“Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab.” (Makna judul
buku ini: “Keterangan Tuntas Seputar Pembuktian Terjadinya Penyelewengan Pada
Kitab Tuhan Para Raja” -pent). Ia mengumpulkan beratus-ratus nukilan dari
ulama-ulama dan para mujtahid Syi’ah di sepanjang masa yang menegaskan bahwa Al
Quran Al Karim telah ditambah dan dikurangi.
Buku karya At Thobarsy ini telah
diterbitkan di Iran pada tahun 1289 H, dan kala itu buku ini memancing
terjadinya kontroversi. Hal ini karena dahulu mereka menginginkan agar upaya
menimbulkan keraguan tentang keaslian Al Quran hanya diketahui secara terbatas
oleh kalangan tertentu dari mereka, dan tersebar di beratus-ratus kitab-kitab
mereka, dan agar hal ini tidak dikumpulkan dalam satu buku yang dicetak dalam
beribu-ribu eksemplar dan akhirnya dibaca oleh musuh mereka, sehingga buku
tersebut menjadi senjata atas mereka yang dapat disaksikan oleh setiap orang.
Tatkala para tokoh mereka menyampaikan kritikan ini, penyusun kitab ini
menentang mereka, dan kemudian ia menuliskan kitab lain yang ia beri judul:
Raddu Ba’dhis Syubhaat ‘An Fashlil Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil
Arbaab (Makna judul buku ini: Bantahan Terhadap Sebagian Kritikan Kepada
kitab “Keterangan Tuntas seputar pembuktian terjadinya penyelewengan pada
kitab Tuhan para raja”. -pent). Ia menuliskan pembelaan ini pada akhir
hayatnya, yaitu dua tahun sebelum ia wafat.
Sungguh kaum Syi’ah telah memberikan
penghargaan kepadanya atas jasanya membuktikan bahwa Al Quran telah mengalami
penyelewengan, yaitu dengan menguburkannya di tempat istimewa dari kompleks
pemakaman keturunan Ali di kota Najef. Dan di antara hal yang dijadikan bukti
oleh tokoh kota Najef ini bahwa telah terjadi kekurangan pada Al Quran, ialah
pada hal: 180, ia menyebutkan satu surat yang oleh kaum Syi’ah disebut dengan
nama “Surat Al Wilayah”, pada surat ini ditegaskan kewalian sahabat
Ali:
يأيها
الذي آمنوا آمنوا بالنبي والولي اللذين بعثناهما يهديانكم إلى
الصِّراط المستقيم …إلخ
“Wahai orang-orang yang beriman,
berimanlah engkau dengan seorang nabi dan wali yang telah Kami utus guna
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus…dst.” [2]
Demikianlah surat Syi’ah, gaya
bahasanya buruk, lucu lagi tidak fasih, ditambah lagi kesalahan fatal dalam ilmu
nahwu, membuktikan bahwa itu adalah surat non Arab, hasil rekayasa orang-orang
non Arab Persia yang dungu, sehingga mereka mempermalukan diri sendiri dengan
menambahkan surat ini. Inilah “Al Quran” yang dimiliki kaum
Syi’ah, terdapat kesalahan, dengan gaya bahasa non Arab dan menyalahi ilmu
nahwu! Adapun Al Quran milik kita –Ahlusunnah wal Jama’ah- adalah Al
Quran dengan bahasa Arab yang nyata tidak ada kesalahan, sarat dengan rasa
manis, dan keindahan, bak sebuah pohon yang penuh dengan buah, dan akarnya
menghunjam ke dalam bumi, sebagai petunjuk bagi orang yang beriman, penyembuh,
sedangkan orang-orang yang tidak beriman telinga mereka tuli dan mata mereka
buta.
Dan seorang yang dapat dipercaya,
yaitu Ustadz Muhammad Ali Su’udy -beliau adalah kepala tim ahli di Departemen
Keadilan di Mesir, dan salah satu murid terdekat Syaikh Muhammad Baduh- berhasil
menemukan “Mushaf Iran” yang masih dalam bentuk manuskrip yang dimiliki oleh
orientalis Brin, kemudian beliau menukil surat tersebut dengan kamera. Di atas
teks Arabnya terdapat terjemahan dengan bahasa Iran (Persia), persis seperti
yang dimuat oleh At Thobarsy dalam bukunya: “Fashlul Khithab Fi Itsbati
Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab.”
Surat ini juga dapat ditemukan dalam
buku mereka yang berjudul “Dabistan Mazahib” dengan bahasa Iran (Persia),
hasil karya Muhsin Fani Al Kasymiri, buku ini dicetak di Iran dalam beberapa
edisi. Surat palsu ini juga dinukilkan oleh seorang pakar sekaligus orientalis
yang bernama Noldekh dalam bukunya “Tarikh Al Mashohif” (Sejarah
Mushaf-mushaf) jilid: 2 hal: 102, dan yang dipublikasikan oleh Harian
Asia-Prancis pada tahun 1842 M, pada hal: 431-439.
Sebagaimana tokoh kota Najef ini
berdalil dengan surat Al Wilayah atas terjadinya perubahan pada Al Quran, ia
juga berdalil dengan riwayat yang termaktub pada hal: 289, dari kitab “Al
Kafi” (Judul lengkap Kitab ini ialah: Al Jami’ Al Kafi, karya Abu
Ja’far Ya’qub Al Kulaini Ar Razi) edisi tahun 1287 H, Iran -kitab ini menurut
mereka sama kedudukannya dengan “Shohih Bukhori” menurut kaum Muslimin.
Pada halaman tersebut dalam kitab Al Kafi termaktub sebagaimana
berikut:
“Beberapa ulama kita
meriwayatkan dari Sahl bin Ziyad, dari Muhammad bin Sulaiman, dari sebagian
sahabatnya, dari Abu Hasan ‘alaihis salaam -maksudnya Abu Hasan kedua, yaitu Ali
bin Musa Ar Ridha, wafat pada thn 206- ia menuturkan: “Dan aku berkata
kepadanya: Semoga aku menjadi penebusmu, kita mendengar ayat-ayat Al Quran yang
tidak ada pada Al Quran kita sebagaimana yang kita dengar, dan kita tidak dapat
membacanya sebagaimana yang kami dengar dari anda, maka apakah kami berdosa?
Maka beliau menjawab: Tidak, bacalah sebagaimana yang pernah kalian pelajari,
karena suatu saat nanti akan datang orang yang mengajari
kalian.”
Tidak diragukan bahwa ucapan ini
merupakan hasil rekayasa kaum Syi’ah atas nama imam mereka Ali Bin Musa Ar
Ridha. Walau demikian ucapan ini merupakan fatwa bahwa penganut Syi’ah tidak
berdosa bila membaca Al Quran sebagaimana yang dipelajari oleh masyarakat umum
dari Mushaf Utsmani, kemudian orang-orang tertentu dari kalangan Syi’ah
akan saling mengajarkan kepada sebagian lainnya hal-hal yang menyelisihi Mushaf
tersebut, berupa hal-hal yang mereka yakini ada atau pernah ada pada
mushaf-mushaf para imam mereka dari kalangan Ahlul Bait (keturunan Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa Salam ).
[1] At Taqiyyah ialah seseorang
menampakkan sikap yang tidak sesuai dengan isi batinnya. Mereka dalam hal ini
berdalilkan dengan beberapa hadits, di antaranya hadits yang mereka sebut-sebut
dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu yang pada hadits ini -menurut
anggapan mereka- beliau berkata: “At Taqiyyah termasuk amalan seorang mukmin
yang paling utama, dengannya ia menjaga diri dan saudaranya dari tindakan
orang-orang jahat.” (Baca: Tafsir Al Askari, hal: 162 Pustaka
Ja’fary, India).[2] Kelanjutan surat ini -sebagaimana
dapat anda lihat pada halaman selanjutnya- sebagai berikut: “Seorang Nabi dan
wali sebagian mereka dan sebagian lainnya adalah sama, sedangkan Aku adalah Yang
Maha Mengetahui dan Yang Maha Mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang memenuhi
janji Allah, mereka akan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.
Sedangkan orang-orang yang bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka
mendustakan ayat-ayat Kami, sesungguhnya mereka akan mendapatkan kedudukan yang
besar dalam neraka Jahanam. Bila diseru kepada mereka: Manakah orang-orang yang
berbuat lalim lagi mendustakan para rasul: apa yang menjadikan mereka
menyelisihi para rasul?? melainkan dengan kebenaran, dan
tidaklah Allah akan menampakkan mereka hingga waktu yang dekat. Dan bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu, sedangkan Ali termasuk para saksi.”
Teks Lengkap Surat Al
Wilayah
Pada buku aslinya, di halaman ini dimuat (Surat Al
Wilayah) yang berhasil diperoleh dengan kamera dari salah satu Mushaf Iran, dan
pada setiap kata terdapat terjemahannya dalam bahasa Persia:
يأيها
الذين آمنوا آمنوا بالنبي وبالولي الذين بعثناهما يهديانكم إلى
صراط مستقيم # نبي وولي بعضهما من بعض وأنا العليم الخبير # إن الذين يوفون بعهد
الله لهم جنات النعيم # والذين إذا تليت عليهم آياتنا كانوا بآياتنا مكذبين # إن
لهم في جهنم مقاما عظيما إذا نودي لهم يوم القيامة أين الظالمون المكذبون للمرسلين
# ما خالفهم المرسلين إلا بالحق وما كان الله ليظهرهم إلى أجل قريب وسبح بحمد ربك
وعلي من الشاهدين#
“Seorang Nabi dan wali sebagian mereka
dan sebagian lainnya adalah sama, sedangkan Aku adalah Yang Maha Mengetahui dan
Yang Maha Mengenal. Sesungguhnya orang-orang yang memenuhi janji Allah, mereka
akan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan. Sedangkan orang-orang yang
bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka mendustakan ayat-ayat Kami,
sesungguhnya mereka akan mendapatkan kedudukan yang besar dalam neraka Jahanam.
Bila diseru kepada mereka: Manakah orang-orang yang berbuat lalim lagi
mendustakan para rasul: apa yang menjadikan mereka menyelisihi para rasul??
melainkan
dengan kebenaran, dan tidaklah Allah akan menampakkan mereka hingga waktu yang
dekat. Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sedangkan Ali termasuk para
saksi.”
Al Quran yang mereka yakini, dan yang mereka
rahasiakan di kalangan mereka, dan tidak dipublikasikan, dalam rangka menerapkan
ideologi At Taqiyyah, seandainya seluruh ulama-ulama besar Syi’ah tidak meyakini
bahwa Al Quran telah di selewengkan, mustahil mereka menyifati penulis buku yang
memuat dua ribu hadits yang membuktikan penyelewengan Al Quran dengan berbagai
sifat yang terpuji, misalnya ucapan mereka: semoga Allah menyucikan ruhnya, atau
dia adalah imam para ahli hadits, Seandainya mereka meyakini selain ini, niscaya
mereka akan ramai-ramai membantahnya, atau menentangnya, atau memvonisnya
sebagai ahli bid’ah atau orang kafir karena masih adakah keislaman bagi orang
yang mengatakan bahwa Al Quran telah mengalami penyelewengan?! Upaya
perbandingan antara Al Quran tersebut dengan Al Quran yang telah diketahui oleh
setiap orang dan menyebar luas dan yang termaktub pada Al Mushaf Al
Utsmani, adalah alasan yang mendorong Husain bin Muhammad Taqi An Nury At
Thobarsy untuk menuliskan bukunya yang berjudul: “Fashlul Khithab Fi Itsbati
Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab.” [1]
Apapun perihalnya, bukan hanya An Nury
At Thobarsy pemuka para imam ahli hadits dan rijal (biografi ulama’) seorang
yang menyatakan bahwa Al Quran telah diselewengkan, didapatkan ada imam-imam
(Syi’ah) terkemuka lainnya yang sekelas dengannya menyatakan hal yang sama,
misalnya Al Kulainy, penulis buku Al Kafi dan Ar Raudhah, Al Kummi
penulis buku tafsir yang disebut oleh An Najasyi dalam buku Rijalun
Najasy pada hal: 183: “Ia memiliki kredibilitas tinggi (tsiqah) dalam hal
hadits dan kuat hafalannya, dapat dipercaya dan benar mazhabnya”, dan juga
Syaikh Mufid yang dinyatakan oleh An Najasyi dalam Rijalun Najasy hal: 284:
“Keahliannya dalam hal ilmu fikih, riwayat, kredibilitas (tsiqah) dan ilmu
secara umum telah diketahui oleh setiap orang”, dan ia juga dipuji oleh
sayyid Muhsin Al Amin dalam bukunya “A’ayanus Syi’ah” jilid 1/237, dan
juga Al Kasyy, Al Ardubily, dan juga Al Majlisy.
Seandainya seluruh tokoh terkemuka
kaum Syi’ah tidak meyakini terjadinya penyelewengan pada Al Quran, mustahil
mereka memuji orang yang telah menuliskan sebuah buku yang menyebutkan dua ribu
hadits yang membuktikan penyelewengan Al Quran dengan berbagai pujian ini,
misalnya mereka menyebutnya dengan: Semoga Allah menyucikan jiwanya, atau dia
adalah imam para ahli hadits. Seandainya mereka meyakini kebalikannya, niscaya
mereka membantahnya, atau mencelanya, atau memvonisnya sebagai ahli bid’ah atau
mengafirkannya… karena apakah yang masih tersisa setelah seseorang meyakini
bahwa Al Quran telah diselewengkan?
Walaupun kaum Syi’ah berusaha untuk
mengesankan bahwa mereka berlepas diri dari buku An Nuri At Thobarsy
dalam rangka menerapkan ideologi At Taqiyyah, akan tetapi buku tersebut memuat
beratus-ratus nukilan dari ulama’ mereka yang terdapat pada buku-buku mereka
yang terpercaya. Suatu hal yang membuktikan dengan pasti bahwa mereka meyakini
dan beriman dengan adanya penyelewengan. Hanya saja mereka tidak menginginkan
terjadinya kontroversi seputar keyakinan mereka tentang Al
Quran.
Dengan demikian, ada dua Al Quran:
yang pertama Al Quran yang telah menyebar luas dan diketahui oleh setiap orang,
dan yang kedua: Al Quran khusus yang tersembunyi, yang di antara isinya ialah
surat Al Wilayah. Dan dalam hal ini mereka mengamalkan pesan yang mereka
rekayasa atas nama salah seorang imam mereka, yaitu Ali bin Musa Ar Ridha:
“Bacalah sebagaimana yang pernah kalian pelajari, karena
suatu saat nanti akan datang orang yang mengajari
kalian!!”
Di antara ayat yang menurut kaum
Syi’ah telah dihapuskan dari Al Quran ialah ayat:
وجعلنا عليا صهرك
“Dan
Kami jadikan Ali sebagai menantumu.”
Mereka beranggapan bahwa ayat ini
telah dihapuskan dari surat أَلَمْ نَشْرَحْ Mereka tidak merasa malu dengan anggapan ini!
Padahal mereka mengetahui bahwa surat أَلَمْ نَشْرَحْ adalah surat Makkiyyah (Surat
Makkiyyah ialah surat yang diturunkan semasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Salam masih berada di kota Makkah dan sebelum berhijrah ke kota Madinah)
sedangkan yang menjadi menantu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam kala
itu ialah Al ‘Ash bin Al Rabi’ Al Umawi, ia pernah dipuji oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam dari atas mimbar masjid Nabawi As Syarif,
tatkala sahabat Ali radhiallahu ‘anhu berencana menikahi anak wanita Abu
Jahl sebagai madu bagi istrinya Fatimah radhiallahu ‘anha. Oleh sebab
itulah Fatimah mengadukan suaminya Ali bin Abi Tholib kepada ayahnya yaitu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam . (Pujian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada menantunya Al
‘Ash bin Al Rabi’ Al Umawi ini diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Muslim.
-pent)
Dan bila sahabat Ali adalah menantu
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam karena menikahi salah seorang putri
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam, maka Allah ta’ala telah menjadikan
sahabat Utsman bin Affan juga sebagai menantu Beliau karena telah menikahi dua
putrinya, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda kepadanya
ketika istri keduanya (Ummu Kultsum) meninggal dunia:
لو كانت لنا ثالثة لزوجناكها
“Seandainya aku memiliki anak
wanita ketiga, niscaya akan aku nikahkan engkau
dengannya.” (Kisah ini disebutkan oleh Ibnu
Atsir dalam kitabnya Usudul Ghobah 1/749 & 1458 -pent).
[1] Salah seorang ulama’ terkemuka Syi’ah
Agha Buzurk At Thohrany, penulis ensiklopedia Syi’ah yang telah masyhur “Az
Dzari’ah Ila Tashonif As Syi’ah” menuturkan dalam bukunya: “Thobaqaat
A’alaam As Syi’ah”, bagian kedua dari juz pertama, yang lebih dikenal dengan
judul: “Nuqaba’ Al Basyar Fi Al Qarni Ar Rabi’ ‘Asyar”, pada hal: 544,
cetakan Pustaka Al Ilmiah Najef 1375 H-1956 M, ia berkomentar tentang An Nury At
Thobarsy: “Ia adalah pemuka para imam ahli hadits dan
rijal (biografi ulama’) pada generasi terakhir, dan termasuk ulama’ terkemuka
Syi’ah, dan tokoh Islam terkemuka pada abad ini.”
Tokoh mereka yang bernama Abu Manshur
Ahmad bin Ali bin Abi Tholib At Thobarsy -salah seorang syaikh Ibnu Syahruasyub
wafat thn 588 H dalam bukunya: “Al Ihtijaj ‘Ala Ahli Al Lijaaj” menyebutkan
bahwa sahabat Ali pada suatu hari berkata kepada salah seorang zindiq (kaum
sesat) -ia tidak menyebutkan namanya-: “Adapun sikapmu yang tidak peduli dengan
firman Allah ta’ala:
“Dan bila kamu tidak akan dapat
berlaku adil terhadap wanita yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita lain yang kamu suka :
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
” (QS. An Nisa: 3)
Tidak ada kaitan antara berbuat adil kepada anak-anak yatim
dengan menikahi wanita, dan tidaklah setiap wanita itu yatim. Ayat yang
sebenarnya ialah apa yang telah aku kemukakan kepadamu, bahwa kaum
munafik[2] telah
menghapuskan berbagai perintah dan kisah dari Al Quran yang terletak antara
firman Allah tentang anak-anak yatim hingga firman Allah tentang menikahi
wanita, sebanyak lebih dari sepertiga Al Quran!?
Tidak diragukan bahwa kisah ini bagian
dari kedustaan mereka atas nama sahabat Ali radhiallahu ‘anhu, dengan
bukti beliau sendiri tidak pernah mengumumkan sepanjang masa kepemimpinannya
atas kaum muslimin sepertiga Al Quran yang telah dihapuskan dari tempat ini, dan
tidak juga memerintahkan kaum muslimin untuk menuliskannya kembali, atau
mempelajari dan mengamalkan kandungannya.
Dan tatkala pertama kali buku
“Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbaab” terbit dan
beredar di tengah-tengah kaum Syi’ah dan lainnya di Iran, Nejef dan negri
lainnya kurang lebih delapan puluh tahun silam -sedangkan buku ini penuh dengan
puluhan bahkan ratusan kisah-kisah palsu atas nama Allah dan hamba-hamba
pilihan-Nya semacam ini- kaum misionaris; musuh-musuh Islam bergembira dan
segera menerjemahkannya ke berbagai bahasa mereka. Fenomena ini disebutkan oleh
Muhammad Mahdi Al Ashfahani Al Kazhimi pada jilid 2 hal: 90 dari bukunya yang
berjudul: “Ahsanul Wadi’ah”, yang merupakan penyempurna buku:
“Raudhatul Jinan.”
Ada dua teks yang jelas dalam buku
yang sederajat dengan Shohih Bukhori menurut mereka, yaitu buku “Al
Kafi” karya Al Kulaini, teks pertama pada hal: 54, edisi thn 1278 H di Iran,
yaitu, “Dari Jabir Al Ju’fi, ia menuturkan: Aku pernah mendengar Abu Ja’far
‘alaihissalaam berkata: Tidaklah ada seseorang yang mengaku telah menghafal Al
Quran semuanya sebagaimana tatkala diturunkan melainkan ia adalah seorang
pendusta, dan tidaklah ada orang yang berhasil mengumpulkan dan menghafalnya
secara utuh sebagaimana ketika diturunkan selain Ali bin Abi Tholib dan para
imam setelahnya.” Setiap orang Syi’ah yang membaca kitab “Al Kafi”
ini -yang kedudukannya bagaikan Shohih Bukhori menurut Ahlusunnah-
pasti mengimani teks ini.
Adapun kita Ahlusunnah, maka
kita berkeyakinan: Sesungguhnya kaum Syi’ah telah berdusta atas nama Al Baqir
Abu Ja’far rahimahullah dengan bukti sahabat Ali radhiallahu ‘anhu
sendiri selama masa khilafahnya -padahal beliau berada di kota Kuffah- tidak
pernah beramal selain dengan Mushaf yang telah dikumpulkan dan disebar luaskan
serta ditetapkan untuk diamalkan di seluruh penjuru -sebagai karunia dari Allah
ta’ala- oleh khalifah Utsman radhiallahu ‘anhu, hingga zaman kita dan
hingga hari kiamat. Seandainya sahabat Ali radhiallahu ‘anhu memiliki
mushaf lain, -sedangkan ia adalah seorang khalifah dan penguasa, di seluruh
wilayah kekuasaannya tidak ada yang berani menentangnya- niscaya ia akan
mengamalkannya, dan memerintahkan kaum muslimin untuk menyebar luaskan dan
mengamalkannya. Dan seandainya ia memiliki mushaf lain, sedangkan ia
menyembunyikannya dari kaum muslimin, maka ia adalah seorang pengkhianat
terhadap Allah, Rasul-Nya dan agama islam!!
Sedangkan Jabir Al Ju’fi yang mengaku
mendengar ucapan keji tersebut dari Imam Abi Ja’far Muhammad Al Baqir, walaupun
dianggap berkredibilitas tinggi (dapat dipercaya) menurut mereka, akan tetapi
sebenarnya ia telah dikenal oleh imam kaum muslimin sebagai pendusta. Abu Yahya
Al Himmani berkata: Aku mendengar Abu Hanifah berkata: Aku tidak pernah melihat
dari orang-orang yang pernah aku temui seorang pun yang lebih utama dibanding
‘Atha’, dan tidak seorang pun yang lebih pendusta dibanding Jabir Al Ju’fi.
(Silahkan baca makalah saya yang dimuat di Majalah Al Azhar hal: 307, edisi thn
1372 H).
Dan teks yang lebih nyata dustanya
dibanding teks pertama dari Abu Ja’far yang terdapat pada buku “Al Kafi”
ini, ialah teks dari anak beliau Ja’far As Shodiq rahimahullah ta’ala dan
yang juga dimuat dalam Shohih Bukhori mereka “Al Kafi” hal: 57,
edisi 1278 H Iran:
“Dari Abi Bashir, ia menuturkan: Aku
pernah masuk menemui Abu Abdillah (Ja’far As Shodiq)……hingga Abu Abdillah
berkata: “Dan sesungguhnya kami memiliki Mushaf Fatimah
‘alaihas salaam …ia menuturkan: Aku pun bertanya: Apa itu Mushaf Fatimah? Ia
menjawab: Mushaf seperti Al Quran kalian itu tiga kali lipat (tebalnya), dan
sungguh demi Allah tidaklah ada padanya satu huruf pun dari Al Quran
kalian.”
Teks-teks orang-orang Syi’ah yang
dipalsukan atas nama imam-imam Ahlul Bait ada sejak zaman dahulu, karena telah
dibukukan oleh Muhammad bin Ya’qub Al Kulaini Ar Razi dalam bukunya “Al
Kafi” lebih dari seribu tahun yang lalu, dan teks-teks tersebut ada
jauh-jauh hari sebelumnya; dikarenakan ia menukilkan teks tersebut dari
pendahulunya, para tokoh pendusta para arsitek pendiri paham
Syi’ah.
Semasa Spanyol berada di bawah
kekuasaan Bangsa Arab dan Islam, Imam Abu Muhammad ibnu Hazm beradu argumentasi
dengan para pendeta Nasrani melalui teks-teks kitab mereka, dan beliau
membuktikan kepada mereka bahwa kitab mereka telah mengalami penyelewengan dan
bahkan kitab aslinya telah hilang. Maka para pendeta tersebut balik berdalil
atas beliau bahwa kaum Syi’ah telah menetapkan bahwa Al Quran juga mengalami
penyelewengan. Mendengar jawaban yang demikian, Ibnu Hazm menjawab mereka bahwa
anggapan kaum Syi’ah tidak dapat dijadikan sebagai bukti atas Al Quran tidak
juga atas kaum muslimin, karena kaum Syi’ah tidak termasuk kaum muslimin.
Silahkan baca “Al Fishol Fi Al Milal wa An Nihal” karya Ibnu Hazm, jilid
2 hal: 78 dan juz 4 hal: 182, edisi pertama Al Kairo.
Satu fakta berbahaya yang kami merasa
perlu untuk mengingatkan pemerintahan-pemerintahan Islam: bahwa prinsip paham
Syi’ah Al Imamiyyah Al Itsna ‘Asyariyyah yang dikenal juga dengan Al Ja’fariyyah
berdiri di atas keyakinan bahwa seluruh pemerintah islam sejak wafatnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam hingga saat ini -terkecuali tahun-tahun
kepemimpinan Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu- merupakan pemerintahan
yang tidak syar’i (tidak sah), dan tidak boleh bagi seseorang yang berpaham
Syi’ah untuk memiliki rasa loyal dan ikhlas dalam hatinya kepada mereka. Mereka
berkewajiban untuk selalu memusuhi mereka dan mewaspadai mereka! Hal ini karena
mereka beranggapan bahwa kekuasaan pemerintahan tersebut, yang telah lalu, dan
yang ada sekarang serta yang akan datang merupakan kekuasaan hasil rampasan.
Penguasa yang sah dalam paham Syi’ah dan ideologi mereka hanya ada pada para
imam dua belas semata, baik mereka langsung yang menjalankan kepemimpinan atau
tidak. Adapun selain mereka yang memegang kepemimpinan, semenjak Abu Bakar, dan
Umar hingga para kholifah setelahnya hingga saat ini, apapun jasanya untuk agama
Islam, dan apapun perjuangannya dalam menebarkan agama Islam dan menegakkan
kalimat Allah di muka bumi, dan memperluas negeri Islam, maka sebenarnya mereka
itu adalah para penentang dan perampas kekuasaan hingga hari
Kiamat!
******
[2] Yang dimaksudkan oleh Abu Manshur At
Thobarsy dengan sebutan munafik ialah para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang telah mengumpulkan teks-teks Al Quran, dan yang
diamalkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib sepanjang masa khilafahnya. Seandainya
kisah palsu yang ia rekayasa dalam bukunya “Al Ihtijaaj ‘Ala Ahli Al
Lijaj” atas nama sahabat Ali benar-benar diucapkan oleh sahabat Ali
radhiallahu ‘anhu, maka ini merupakan pengkhianatan beliau terhadap agama
Islam, sebab ia menyimpan sepertiga Al Quran yang hilang dan ia tidak berusaha
memunculkannya, tidak juga mengamalkannya tidak juga memerintahkan masyarakat
untuk mempelajarinya, minimal semasa khilafahnya, padahal tidak ada alasan yang
menghalanginya untuk melakukan hal itu. Ia menyembunyikan bagian dari Al Quran
sebanyak ini dalam keadaan rela dan tanpa paksaan merupakan kekufuran, bila
ucapan ini benar-benar beliau yang menuturkannya. Dari sini anda dapat
mengetahui bahwa Abu Manshur At Thobarsy penulis buku “Al Ihtijaaj ‘Ala Ahli
Al Lijaj” dengan bukunya ini telah mencela sahabat Ali sendiri, dan ia
menyebutnya telah berkhianat dan kafir, sebelum ia mencela sahabat-sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain dan menyifati mereka
dengan kemunafikan.
Sumber :
Penulis:
Syaikh
Muhibbuddin Al Khatiib
Alih
Bahasa:
Ustadz Muhammad Arifin Badri,
MA
FILE .DOC Berasal dari :
modifikasi design, navigasi & kompilasi file CHM oleh :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar